­
Review TV Series - Unbelievable (2019) - MOVIECSTASY

Review TV Series - Unbelievable (2019)

by - May 30, 2020


Rasanya udah lama banget Unbelievable duduk manis dipojokan watchlist, nunggu buat ditonton. Alasannya sederhana, aku nggak terlalu tertarik sama serial/film yang punya ranah based on true story. Kenapa nggak tertarik? Sederhana juga, karena aku ngerasa pengetahuanku tentang berbagai kejadian besar di seluruh penjuru dunia ini sangatlah sempit. Sehingga asumsiku terhadap film-film based on true story adalah "pasti filmnya bakalan terasa panjang nih". Namun sore ini Unbelievable menepis semua keraguanku, dan secara personal aku langsung menjadikan serial ini salah satu favoritku.

Aku ingetin dulu kalo ulasan kali ini bakal panjang dan ada sedikit spoiler. Tapi spoilernya nggak membeberkan elemen kejutnya kok jadi aman kalo pengen baca.

Unbelievable adalah sebuah mini series yang terinspirasi dari sebuah artikel karya Christian Miller dan Kem Armstrong dengan judul An Unbelievable Story of Rape. Kemudian artikel itu di tangan Susannah Grant, Ayelet Waldman, dan Michael Chabon diangkat jadi sebuah mini serial yang ditayangkan di Netflix. Di jajaran cast-nya turut dibintangi oleh Kaitlyn Dever, Toni Collette, dan Merritt Wever. Nonton tiga aktris utamanya sih berasa strong line-up ya soalnya ada Dever yang main keren di Booksmart (2019), terus ada Toni Collette yang jadi sosok ibu depresi di Hereditary (2018), dan ada Wever yang curi-curi pandang di Marriage Story (2019).


Aku adalah tipikal orang yang gampang banget tertarik sama iming-iming, apalagi perihal diskonan sepatu duh langsung kalap! Berawal dari liat tagline posternya yang berbunyi "based on a true story no one believed" aku langsung tertarik. Kata-kata no one believed ini terlalu menjual sampe-sampe aku nggak riset dulu soal kasus yang bakal diangkat di mini series ini. Aku langsung tonton dan episode satunya langsung bikin merinding. 

Series ini bercerita tentang proses investigasi panjang yang dilakukan oleh polisi dalam menangani kasus serial raper yang udah menjalankan aksinya berkali-kali. Tapi di film ini emang lebih fokusnya ke salah satu korban yakni gadis 18 tahun yang bernama Marie (Kaitlyn Dever). Baru denger aja udah bikin merinding kan? Bahkan sebutan serial raper sama merindingnya pas denger serial killer. Tapi bagiku Unbelievable bukan sekedar proses investigasi dengan fokus misteri "siapa pelakunya?". Ada perspektif lain yang bakal coba aku ulas di review kali ini karena justru menurutku poin pentingnya ada disana.

Nah sebelum masuk kesana, aku bener-bener dimanjain sama konsep whodunit-nya yang konsisten dari awal sampai akhir. Tiap episode pasti ada aja momen mengejutkan bahkan emosional yang bikin aku betah dan lanjut terus ke episode selanjutnya. Naskahnya ditulis dengan teliti dan rapi. Bisa mengecoh penonton tanpa terkesan "membodohi". Atmosfernya stabil banget bahkan sampai episode terakhir masih tetep aja diombang-ambing perasaanku.

Oke sekarang masuk ke sesi curhat ya.



Nonton Unbelievable tuh bener-bener kasih aku banyak ilmu dan pandangan seluas-luasnya khususnya di bidang Konseling dan perihal how to deal with people. Seringkali para konselor nongol di layar dan menunjukkan eksistensinya yang seakan menegaskan bahwa Konselor itu beneran ada buat orang yang membutuhkan. Hal itu juga memperjelas peran Konselor yang sebenernya sangat penting dan dibutuhkan kehadirannya.

Permasalahan yang menimpa Marie (Kaitlyn Dever) punya kategori berat yaitu pemerkosaan. Pemerkosaan pasti akan berujung pada trauma, dan skenario terburuknya adalah semakin banyak orang yang tau kejadiannya maka korban akan merasa terkucilkan. Entah itu disengaja atau engga, korban pasti akan merasa dirundung karena kejadian seperti itu sangat mengerikan dan memalukan. Kemudian tahap selanjutnya adalah korban bakal merasa stress karena nggak ada kontak sosial dan bisa jadi karena minimnya dukungan moral akhirnya dia memutuskan untuk bunuh diri. Ngeri dampaknya ke korban.


Dari episode satu udah langsung diliatin gimana orang-orang menghadapi korban yang baru aja ditimpa masalah berat. Untuk kasus Marie, polisi lah yang pertama kali menangani Marie. Seharusnya polisi juga mementingkan sisi psikis korban dengan perlakuan mengayomi, menyayangi seperti keluarga, bersimpati, memberi semangat, dan yang lebih penting lagi adalah tenang. Namun tidak demikian karena apa yang ditunjukkan polisi adalah sikap tergesa-gesa dan ngegas. Satu contoh yang nggak patut untuk ditiru.

Aku melihat sikap mengayomi dan tenang itu dari dua tokoh yang ada disini. Kebetulan keduanya adalah tokoh cewek. Pertama adalah detektif Duvall (Merritt Wever) dan salah satu konselornya Marie yang bernama Dara (Brooke Smith).

Detektif Duvall punya sikap yang momong banget. Dia terlihat memperlakukan setiap orang yang ditemuinya layaknya anak sendiri, sodara sendiri, kerabat dekatnya. Aku suka banget sama sifatnya yang kalem dan tenang tapi tekadnya kuat. Perlakuannya ke orang lain selalu baik dan selalu diawali dari ketenangan. Tenang adalah salah satu kunci saat menghadapi orang yang lagi kena masalah. Suara lembut, pelan, dan menenangkan adalah pendukungnya. Aku melihat itu dari Detektif Duvall and she's doing that really good. Nggak kayak polisi di episode satu yang ngegas dan ngawur.



Yang kedua adalah konselor Dara. Dara punya elemen pelengkapnya yang meskipun keliatannya sepele namun efeknya luar biasa buat korban, yaitu pengetahuan luas serta kesabaran. Momen pas ngomongin film Zombieland itu sukses bikin air mataku mengalir. Refleksi banget berasa ampas kalo dibandingin sama Zara. Sedikit informasi, dalam Konseling hal yang paling susah dilakuin adalah bikin klien/korbannya cerita dengan sukarela tapi kita nggak banyak nanya. Konselor Dara bener-bener sukses besar dengan pengetahuannya tentang film Zombieland itu.

Beliau bisa sabar banget ikutin alurnya Marie tanpa memaksakan apapun. Beliau punya wawasan luas yang ditunjukin pas mancing obrolan soal film dan berujung pada mengarahnya obrolan ke inti permasalahan Marie. Ngomongin soal Zombieland yang jadi film favorit Marie bikin hatinya lebih tenang, berasa ngobrol sama sobat sendiri. Akhirnya boom! Marie cerita sendiri karena udah nyaman sama bu Dara. Bahkan bu Dara nggak maksa dan nggak nanya, tiba-tiba Marie cerita sendiri. Bu Dara emang hebat dan jenius.


Selain itu ada kata apresiasi yang biasanya jadi bumbu pemanis. Kata-kata menenangkan seperti "bagus", "kamu hebat sekali", "kamu berani sekali" itu keliatannya cuma basa-basi tapi kalo diomongin serius beneran anget di hati. Berasa dihargai. Hal itu dilakukan oleh Duvall dan Dara yang langsung jadi poin plus buat mereka. Korban jadi ngerasa diperhatiin, ngerasa dihargai, dan ngerasa bahwa masih ada orang baik dan orang yang peduli sama dia. Kata-kata sederhana itu sangat penting kehadirannya.

Aku pikir ini cukup, kalo diterusin bahasannya pasti bisa panjang berasa kayak kuliah Konseling online hehe. The point is, aku seneng nemu serial yang seperti ini, lebih fokus ke nilai moralnya kalo di bongkar. Unbelievable adalah satu serial yang sangat layak tonton dan penuh pembelajaran berharga didalamnya. Sebagai pengingat, perlakukanlah orang lain siapapun itu dan apapun kondisinya sebagaimana layaknya seorang manusia. 
 
Ada di NETFLIX