Review Film - The Vast of Night (2020)
Nonton film dari sutradara debutan dan filmnya mendadak booming itu selalu bikin tertarik seperti grand opening toko sepatu idaman. Lalu pas buka Letterboxd, aku dipertemukan dengan The Vast of Night yang jadi salah satu film terpopuler alias banyak yang nonton. Apalagi setelah baca-baca trivia bahwa The Vast of Night ternyata dibuat dengan budget yang mepet, tentu aku jadi makin penasaran. Walau punya budget mepet, ternyata film ini hasilnya emang nggak asal-asalan.
The Vast of Night disutradarai oleh Andrew Patterson dan ini adalah film debutnya. Sedangkan untuk pemeran, film ini memilih menggunakan aktor-aktris muda Jake Horowitz dan Sierra McCormick sebagai bintang utamanya. Aku pikir yang bikin unik adalah biasanya tema sci-fi selalu identik dengan skala besar penggunaan CGI mewah untuk bisa menggambarkan sesuatu jadi lebih menakutkan. Namun The Vast of Night dengan kesederhanaannya justru malah jauh lebih efektif memancing rasa penasaran juga atmosfer creepy.
Di film ini kita akan diajak untuk mengikuti kejadian semalam dari dua tokoh utama yaitu Fay (Sierra McCormick) dan Everett (Jake Horowitz). Fay adalah seorang operator switchboard dan Everett adalah penyiar radio yang hits. Di satu malam saat Fay dan Everett lagi kerja, tiba-tiba Fay denger ada satu suara aneh yang mengganggu siaran radio Everett. Singkatnya mereka berdua yang penasaran kemudian menyelidiki siapa dan dari mana suara aneh itu berasal.
Menurutku film ini pinter memainkan imajinasi penonton soal "siapa sih yang bikin suara itu?". Film ini lebih mengandalkan dialog daripada visual, dan hal itu selalu jadi momok buat temen-temen yang cepet bosen. Namun film ini dengan apik memainkan narasinya yang rapi sehingga mampu mengikatku sampai akhir biar tetep duduk manis didepan layar. Dialog-dialognya mudah dipahami dan mengalir, bahkan pembicaraannya yang mengangkat tema berita dari tahun 50-an bener-bener menarik untuk disimak, jadi nggak bikin bosen.
Bukti kalo The Vast of Night dibuat
dengan rasa cinta dan keseriusan adalah bahwa Andrew Patterson bisa
menjaga tempo tetap stabil sampe akhir. Misterinya juga urung terungkap
sampai akhir dan bahkan lewat narasinya yang sederhana aku jadi ikutan
dibikin mikir dan penasaran. Meskipun pada akhirnya penonton mungkin bisa menebak kearah mana film ini berakhir, namun tetap nggak mengurangi kesan
creepy dan rasa penasarannya.
Tone warnanya yang cenderung kelam menambah kesan ngeri, meskipun beberapa kali ada perubahan warna dasar (dari kuning ke biru misalnya) namun terus konsisten dalam gambar kelam dan kusam. Aku seneng sama sinematografi di film ini yang bisa kasih vibes cantik sekaligus spooky. Beberapa kali kamera bergerak dinamis ikutin karakternya, dan aku inget ada satu scene yang dieksekusi dengan one-take sekitar 10 menit. Teknik itu bukan semata-mata biar film jadi makin estetik, tapi adegan itu penting untuk membangun suasana seram untuk adegan berikutnya.
Selain itu yang bikin aku makin suka sama film ini adalah setting nya yang dimanfaatkan dengan baik. Baik setting tempat maupun waktunya berhasil disulap jadi sajian yang realistis. Hanya di satu kota dan kejadian cuma semalem, tapi justru itu yang bikin berasa nyata. Dua pemeran utamanya juga tampil keren. McCormick dan Horowitz mampu menghidupkan karakter Fay dan Everett dengan sangat baik. Ekspresif dan chemistry-nya dapet banget macem senior-junior yang nggak punya jarak pemisah.
Penggunaan switchboard sebagai salah satu properti utama patut diapresiasi lebih. Untuk pertama kalinya aku liat alat seperti itu dan nonton Fay mengoperasikan switchboard secara manual ternyata satisfying banget. Aku seneng nontonnya!
Satu-satunya yang bikin aku nggak puas adalah ending-nya. Silahkan kalian tonton sendiri aja ya.
The Vast of Night memang jauh dari kemewahan CGI karena budget-nya yang minim. Namun ternyata emang kesederhanaan yang dimaksimalkan bisa jadi satu hal yang keren. Tampil mengalir dengan pendekatan realistis namun masih tetap bisa memancing rasa penasaran, rasa ngeri, juga nggak meninggalkan sisi estetika karena tata kameranya yang menarik. Satu sajian sederhana namun komplit dan bikin kenyang.
Ada di PRIME VIDEO
Ada di PRIME VIDEO